Pustaka Kita

15 November 2007

Google Book Search

Kehandalan mesin pencari Google sudah tidak diragukan lagi. Mesin pencari yang ciptakan dua sekawan mahasiswa dari Amerika ini kini telah menjelma menjadi raksasa bisnis internet. Pemain mapan semacam Yahoo! pun setidaknya untuk saat ini harus mengakui keunggulan Google. Bila sebelumnya Yahoo! pernah menjadi mesin pencari nomor satu, untuk saat ini tempat tersebut diduduki oleh Google. Dengan fitur sederhana nyaris polos, situs Google nampak tidak menarik sama sekali, namun kesederhanaan dari situs sekaligus menjadi kekuatannya. Betapa tidak orang akan semakin mudah mengaksesnya dikarenakan sedikitnya gambar yang harus ditampilkan, dan orang pun langsung dihantar ke tempat tujuan dengan cepat dan tepat. Seiring mengguritanya Google, berbagai layanan diberikan Google kepada pengguna internet. Tidak hanya sebagai mesin pencari, Google juga menjelma menjadi mesin uang bukan hanya bagi pemilik Google itu sendiri, para pelanggannya pun bisa menjadikan Google sebagai mesin uang. Dengan program Adwords misalnya, dengan memasang iklan Google di situs kita misalnya, maka setiap iklan yang diklik akan menjadi uang bagi kita si empu situs. Saat ini Google telah menghadirkan layanan baru, yaitu Google Book Search. Layanan ini sebagai mesin pencari buku di internet yang bekerjasama dengan kantor pusat ISBN di Berlin. Oleh karenanya buku yang ingin ditampilkan di Google Book Search adalah yang telah mempunyai ISBN. Sebagai deret angka, ISBN tampak tidak mempunyai arti sama sekali. Di Indonesia hal ini sangat kentara sekali, banyak penerbit yang mengabaikan ISBN. Ada beberapa kemungkinan, pertama buku yang diterbitkan tidak memiliki hak cipta. Kedua, keengganan untuk mengurus ISBN, yang harus berhubungan dengan Perpustakaan Nasional, dimana tidak sedikit biaya yang dikeluarkan terutama daerah yang jauh dari Jakarta. Bayangkan berapa juta rupiah bila sebuah penerbitan yang berpusat di Aceh dalam pengurusan ISBN dikarenakan ketidakprofesionalan Perpustakaan Nasional. Memang biaya yang ditarik oleh Perpustakaan Nasional tidaklah seberapa yaitu Rp 25.000, tetapi biaya akan membengkak bila Perpustakaan Nasional tidak dengan sigap melayani permintaan ISBN. Akan menjadi besar bila harus datang ke Jakarta hanya untuk membayar Rp 25.000. Dari kedua kemungkinan tersebut yang tersisa adalah idealisme untuk mencetak buku. Sehingga keberadaan ISBN yang notabene sebagai identitas sebuah buku diabaikan. Kalaupun ada merupakan siasat belaka, formalitas bahwa sebuah buku harus memiliki ISBN. Akibatnya ketika buku tersebut dilempar ke pasar akan mengalami kendala dalam identifikasi. Dengan teknologi saat ini yang dicatat sebuah mesin database adalah deretan angka ISBN. Jadi bila ISBN salah bisa mengakibatkan kekacauan, mesin tidak akan mengenali, dan bisa jadi ISBN yang dipakai telah digunakan oleh buku yang lain. Bisa dibayangkan bila hal tersebut terjadi, penerbit akan mengalami kerugian karena bukunya ditolak oleh toko buku. Sebagaimana sistem yang diterapkan di tokobuku-toko buku besar, Google Book Search menerapkan hal yang sama. Setiap buku yang ingin terdaftar di Google Book Search yang terutama adalah mengisi ISBN. Bila ISBN yang dicantumkan buku salah mesin Google Book Search otomatis akan mengenalinya. Google Book Search seperti yang dijelaskan dalam keterangan situsnya ditujukan bagi penerbit, penulis, dan pelaku buku lainnya. Dengan memasukkan data buku penerbit atau penulis sendiri ke Google Book Search akan memudahkan bagi orang-orang yang ingin mencari buku. Tidak mengherankan daftar buku yang tersedia di Google Book Search tidak hanya buku-buku baru, buku-buku langka pun banyak ditemukan. Bahkan tidak menutup kemungkinan pencari buku akan menemukan buku yang masa hak ciptanya telah lewat. Ada tiga keuntungan bagi penerbit dengan keberadaan Google Book Search, pertama, menjadi media informasi global buku-buku yang mereka terbitkan. Kedua, sebagai tempat berburu naskah-naskah baik lama maupun baru, bagi penerbit di Indonesia dengan modal yang minim bisa berburu naskah tanpa atau sudah lewat hak ciptanya. Ketiga, mengetahui perkembangan buku dari belahan dunia lainnya.

Tidak ada komentar: